,

Kisah Abu Dujanah dan Pohon Kurma

Dalam kitab I’anatuth-Thalibin Bab Luqatah karya Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati, diceritakan sebuah kisah sahabat yang membuat Rasullullah SAW menitiskan air mata.

Beliau adalah Abu Dujanah RA, sahabat Nabi dari kabilah Khazraj. Beliau syahid dalam perang Yamamah ketika memerangi nabi palsu, Musailamah al-Kadzab.

Selain dikenal pemberani di medan perang, Abu Dujanah juga seorang yang sangat menjaga diri dan keluarganya dari perkara haram.

Suatu hari setelah selesai solat Subuh berjemaah bersama Rasullullah SAW, Abu Dujanah dilihat terburu-buru pulang tanpa mengikuti doa selepas solat yang dipanjatkan Nabi.

Melihat gelagat ini, Rasulullah meminta penjelasan daripada Abu Dujanah. “Mengapa setiap hari kamu tergesa-gesa pulang dari solat Subuh berjemaah.

Apakah engkau tidak memiliki permintaan kepada Allah sehingga tidak pernah menungguku selesai berdoa. Ada apa?” tanya Baginda Nabi SAW.

Abu Dujanah menjawab, “Begini Ya Rasullullah,” kata Abu Dujanah memulai ceritanya.

 “Rumah kami bersebelahan dengan rumah seorang lelaki.

Di atas pekarangan rumah milik jiran kami ini, terdapat sepohon kurma yang tinggi menjulang, dahannya menjuntai ke rumah kami.

Setiap kali angin bertiup di malam hari, kurma-kurma jiranku itu selalu terjatuh, mendarat di rumah kami.

Ya Rasullullah, kami sekeluarga miskin.

Anakku sering kelaparan, kurang makan.

Ketika anak-anak kami bangun, apa pun yang mereka dapati, mereka makan.

Oleh kerana itu, setelah selesai solat, kami bergegas pulang sebelum anak-anak kami terbangun dari tidurnya.

Kami kumpulkan kurma-kurma milik jiran kami yang berciciran di rumah, lalu kami kembalikan kepada pemiliknya.”

“Suatu ketika, kami agak terlambat pulang.

Ada anakku yang sudah terlanjur memakan kurma yang ditemukannya.

Mata kepala saya sendiri menyaksikan, tampak ia sedang mengunyah kurma basah di dalam mulutnya.

Ia telah memungut kurma yang telah jatuh di rumah kami semalam.

Mengetahui itu, lalu jari-jari tangan kami masukkan ke mulut anakku itu.

Kami keluarkan apa pun yang ada di sana.

Kami katakan, “Nak, janganlah kau permalukan ayahmu ini di akhirat kelak.

Anakku menangis, kedua pasang kelopak matanya mengalirkan air kerana sangat kelaparan.

Wahai Rasullullah, kami katakan kembali kepada anakku itu,

“Hingga nyawamu lepas pun, aku tidak akan rela meninggalkan harta haram dalam perutmu."

"Seluruh isi perut yang haram itu, akan aku keluarkan dan akan aku kembalikan bersama kurma-kurma yang lain kepada pemiliknya yang berhak.”

Mendengar itu, mata Rasulullah berkaca-kaca, butiran air mata mulianya berderai begitu deras.

Baginda cuba mencari tahu siapa sebenarnya pemilik pohon kurma yang dimaksudkan Abu Dujanah itu.

Abu Dujanah pun mengatakan bahawa pohon kurma itu milik seorang lelaki munafik.

Tanpa berfikir panjang, Baginda mengundang pemilik pohon kurma.

Rasullullah lalu mengatakan, “Bolehkah aku meminta kamu menjual pohon kurma yang kamu miliki itu?

Aku akan membelinya dengan sepuluh kali ganda dari pohon kurma itu sendiri.

Pohonnya dibuat daripada batu zamrud berwarna biru, disirami dengan emas merah, tangkainya dari mutiara putih.

Di situ tersedia bidadari yang cantik jelita sesuai dengan hitungan buah kurma yang ada,” kata Rasullullah menawarkan.

Lelaki munafik ini lantas menjawab dengan tegas, “Saya tidak pernah berdagang dengan memakai sistem jatuh nilai."

"Saya tidak mahu menjual apa pun kecuali dengan wang tunai dan tidak pakai janji bila-bila."

Tiba-tiba sahabat setia Baginda, Abu Bakar As-Siddiq RA datang.

Lantas berkata, “Baiklah kalau begitu, aku beli dengan sepuluh kali ganda dari tumbuhan kurma milik kamu salah satu yang jenisnya tidak ada di kota ini (lebih bagus jenisnya)."

Si munafik pun kegirangan sambil berkata: “Baiklah, aku jual.”

Abu Bakar menyahut, “Bagus, aku beli.”

Setelah sepakat, Abu Bakar terus menyerahkan pohon kurma itu kepada Abu Dujanah.

Rasulullah kemudian bersabda, “Wahai Abu Bakar, aku yang menanggung gantinya untukmu.”

Mendengar sabda Baginda itu, Abu Bakar sangat gembira.

Begitu juga Abu Dujanah.  Si munafik berjalan mendatangi isterinya lalu menceritakan kisah yang baru saja ia alami.

Aku telah mendapat untung banyak hari ini. Aku mendapat sepuluh pohon kurma yang lebih bagus."

"Padahal kurma yang aku jual itu masih tetap berada di pekarangan rumahku. Aku tetap yang akan memakannya terlebih dahulu dan buah-buahnya tidak sedikit pun akan ku berikan kepada jiranku.”

Malamnya, ketika si munafik tidur, dan bangun di pagi harinya, tiba-tiba pohon kurma yang ia miliki berpindah posisi, menjadi berdiri di atas tanah milik Abu Dujanah.

Seolah-olah tak pernah sekalipun tampak pohon itu tumbuh di atas tanah si munafik.

Tempat asal pohon itu tumbuh, rata dengan tanah. Ia kehairanan tiada tara.

Demikian kisah sahabat dan pohon kurma yang membuat Rasullullah SAW menangis.

Hikmah yang dapat dipetik dari kisah ini adalah berhati-hatinya para sahabat menjaga diri dan keluarganya dari memakan makanan yang haram.

Sesulit apa pun hidup, seberat apa pun hidup, seseorang tidak boleh memberikan makanan untuk dirinya sendiri dan keluarganya dari hasil yang haram.

Setiap kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT sepuluh kali ganda sebagaimana janji Baginda Nabi.

Adapun tuaian daripada janji itu bukan sekarang, namun di akhirat kelak kerana dunia ini adalah tempat bercucuk tanam, bukan tempat menuai.

Kemudian pohon kurma yang berpindah posisi itu adalah salah satu mukjizat Baginda Nabi SAW yang diberi manfaat kepada sahabat Nabi, Abu Dujanah RA.

Rujukan:

Tinta Mahabbah: Anaknya Dibiarkan Lapar! Inilah Sahabat Yang Membuat Rasulullah Menangis