Kaum musyrikin menjadi angkuh dan berasa yakin dapat mampu mengalahkan kaum Muslimin di dalam perang Badar. Sikap mereka jelas dinyatakan di dalam Al-Quran:
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari negerinya dengan berlagak sombong dan menunjuk-nunjuk (kekuatan mereka) kepada orang ramai (kerana hendak meminta dipuji), serta mereka pula menghalang manusia dari jalan Allah dan (ingatlah) Allah Maha Meliputi pengetahuanNya akan apa yang mereka kerjakan.”
(Surah Al-Anfaal 8:47)
Allah larang kaum muslimin supya bersikap sebegitu, iaitu angkuh, riak, dan menghalangi dari jalan Allah. Dalam tafsir Al-Qurthubi, orang-orang yang dimaksudkan dalam ayat ini ialah Abu Jahal dan kaum musyrikin lain yang keluar untuk menolong kafilah Abu Sufyan untuk memerangi kaum muslimin.
Dalam ayat pula, ada dinyatakan:
“Jika kamu (hai orang-orang musyrik) memohon supaya diberi kemenangan (bagi pihak yang benar) maka sesungguhnya kemenangan (yang kamu pohonkan) itu telah datang (dan disaksikan oleh) kamu; dan jika kamu berhenti (daripada memusuhi Nabi Muhammad, s.a.w) maka yang demikian amat baik bagi kamu,
dan jika kamu kembali (memusuhinya), Kami juga kembali (menolongnya mengalahkan kamu); dan golongan (angkatan perang) kamu tidak sekali-kali akan dapat menyelamatkan kamu sedikitpun, sekalipun ia lebih ramai; dan (yang demikian itu adalah kerana) sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman.”
(Surah Al-Anfaal 8:19)
Kaum musyrikin berselisih pandangan dan saling berlaku pertengkaran ketika sampai di Badar. Bukan itu, malah kekuatan mental mereka juga menjadi lemah, takut dan pengecut walaupun dari segi zahir kononnya berani.
Rujukan : Kitab Sirah Nabawiyyah (Dr Ali Muhammad As-Shallabi)